Sepertinya Ibu Mertua Menikmati Sambil Pura-pura Tidur

Cerita Sex Memainkan Memek Ibu Mertua


Aku adalah lelaki yang sangat beruntung memiliki seorang istri yang cantik, baik, dan sangat setia.

Namun, ada rahasia gelap yang selalu menghantui pikiranku.

Sebuah godaan yang tak pernah kuduga akan menghancurkan segala kepercayaan dan kesetiaan yang telah dibangun.

Cerita ini terjadi 1,5 tahun lalu ketika kami baru saja pindah rumah.

Rumah baru kami cukup jauh dari orang tua kami, sehingga hampir setiap dua minggu sekali, ibu mertuaku, Rina, menginap di rumah kami.

Rina adalah wanita berusia 41 tahun dengan tubuh gempal dan tinggi sekitar 160 cm.

Wajahnya manis dan kulitnya putih mulus, sangat serasi dengan penampilan jilbab dan baju kurung yang selalu tertutup.

Hubunganku dengannya biasa saja, tidak terlalu dekat, tapi juga tidak jauh.

Hari itu aku sudah menduga bahwa di rumah akan ada ibu mertuaku yang biasa kupanggil Bu Rina.

Ternyata tebakanku tepat, dia tengah memasak bersama istriku, Sari.

“Wah, masak nih!” kataku.

“Eh, sudah pulang!” seru Sari penuh senyuman.

Kemudian aku beranjak menuju kamar mandi untuk mandi.

Di sana aku melihat sebuah celana dalam (CD) yang tergantung pada sebuah paku.

Aku yakin itu bukan milik Sari, dan aku menira CD itu milik Bu Rina, soalnya terlihat dari ukurannya yang besar.

Kuambil dan tercium aroma sedap dari CD itu.

Ya tepat, itulah aroma vaginanya yang menempel di CD warna krem itu.

Aku hirup lagi aromanya yang cukup menggairahkan, tak sadar ternyata penisku berdiri karena aroma tersebut.

Aku berpikir, CD-nya saja sudah menggairahkan, apalagi vaginanya.

“Sial, apa-apaan aku, dia kan ibu mertuaku,” pikirku.

Kemudian aku selesai mandi dan siap untuk berkumpul bersama keluargaku.

Malam itu memang agak spesial, karena Bu Rina membuatkan kami karedok buatannya yang sangat aku sukai.

Kami pun menyantapnya dengan penuh suka cita dan rasanya menyenangkan bisa makan bersama dengan Sari dan Bu Rina.

Sesekali aku memandangi wajah Bu Rina karena masih kepikiran aroma dari CD-nya tadi.

Kulihat senyumnya yang manis, kemudian pandanganku mulai turun ke bagian dada yang terlihat sangat menonjol.

Kayaknya memang sudah tidak kencang, tapi tetap indah dipandang.

“Bapak tidak ikut, Bu?” tanyaku basa-basi.

“Bapak kan kerja di Jakarta!” jawab Bu Rina penuh senyum.

Entah kenapa aku berpikir yang menyimpang, padahal dia adalah ibu mertuaku.

Tapi entah kenapa aku seakan ingin bersenggama dengannya.

Kemudian aku membayangkan bagaimana kalau malam ini aku bercinta dengannya, kayaknya asik pikirku.

Tapi bagaimana bisa, selain dia mertuaku, belum lagi di sini ada istriku.

Beberapa lama kemudian Sari mengambil minuman penutup yaitu bandrek kesukaanku.

Kami pun menutup acara makan malam kami dan karena sudah capek dan ngantuk, kami langsung tidur.

Entah kenapa malam itu Bu Rina ingin tidur bareng Sari, dan menyuruhku tidak pindah tapi bertiga saja sekamar.

Aku sih tidak ada masalah, dan mau-mau saja, kebetulan ranjang kami besar dan lebar, bahkan muat untuk 4 orang juga.

Sari ingin Bu Rina tidur di tengah karena dia tidak biasa kalau tidur di tengah-tengah.

Bu Rina pun tidak mempermasalahkannya dan kami pun tidur dengan posisi Bu Rina tidur di tengah antara aku dan Sari.

Kami pun mulai tertidur.

Sekitar pukul setengah 12 malam aku terbangun karena ingin buang air kecil.

Setelah itu aku kembali ke kamar dan aku melihat Bu Rina yang tidur membalik ke arah Sari.

Kulihat jelas pantatnya yang besar yang kala itu dia menggunakan baju kurung warna biru.

Dia juga mengenakan kerudung sekalipun lagi tidur.

Aku pun melihat betisnya yang putih mulus dan berisi.

Pikiran negatifku pun kembali muncul dan membuatku berpikir untuk mencumbunya.

Aku segera berbaring mengarah ke Bu Rina yang posisinya membelakangiku.

Penisku semakin berdiri dan ingin sekali rasanya menancapkannya ke liang anusnya yang bulat dan besar itu.

Aku pun perlahan mendekati dan mengenakan kakiku ke betisnya yang lembut itu.

Aku diamkan sejenak kemudian aku coba gesekkan perlahan.

Rupanya dia memang tidur, dan aku pun mulai bergerak perlahan mendekatinya.

Aku memperhatikan Sari yang tertidur pulas dan kurasa aman.

Lalu aku mencoba menempelkan penisku yang masih terbungkus celana pendekku ke pantat Bu Rina.

Bu Rina masih diam saja bahkan ketika kumulai gerakkan penisku yang bergesekkan dengan pantatnya.

Kemudian aku pun mulai menggerakkan tanganku mengarah ke pahanya dan perlahan aku elus-elus.

Tiba-tiba Sari bergerak membuatku kaget dan langsung menghentikan gerakanku.

Ternyata dia mengigau.

Ah sial pikirku yang sudah melepaskan kaki dan tanganku dari tubuh Bu Rina.

Aku pun ingin melakukannya lagi tapi takut kali ini Bu Rina terbangun.

Beberapa menit kemudian Bu Rina bergerak merapat kepadaku, rupanya dia bangun karena dia batuk.

Aku heran kenapa dia bergerak padaku.

Langsung saja otak mesumku bereaksi dan menggerakkan tanganku untuk merabanya lagi.

Saat aku merabanya, Bu Rina batuk dan mengagetkanku.

Tapi dia hanya diam saja.

Lalu kulihat dia menyingkapkan roknya sedikit ke atas sehingga terlihat sampai ke belakang lututnya.

Aku yakin kalau dari tadi Bu Rina bangun dan sadar kalau aku meraba-rabanya.

Kemudian aku nekat bertanya padanya.

“Bu, dari tadi nggak tidur?” bisikku.

Dia hanya diam saja, padahal aku tahu pasti kalau dia tidak tidur.

Aku berpikir kalau dia pasrah kalau sekalipun aku lakukan sesuatu kepadanya.

Kemudian aku lebih merapatkan tubuhku ke Bu Rina.

Aku buka perlahan penisku yang sudah kembali keras.

Aku raih tangan Bu Rina dan mengarahkannya ke penisku, dan aku biarkan dia genggam penisku.

Dia hanya diam saja.

Aku buka perlahan celanaku sehingga aku hanya mengenakan baju tanpa celana dan memang tertutupi oleh selimut.

Kemudian aku naikkan rok Bu Rina sambil aku usap pahanya yang mulus dan lembut.

Dia sedikit bergerak karena mungkin terangsang olehku.

“Gerakin dong, Bu, tangannya,” bisikku padanya.

Kemudian dia melakukan apa yang aku minta.

Dia remas dan kocok penisku pelan-pelan.

Tanganku mulai masuk ke daerah vaginanya yang ternyata telah basah.

Aku pun semakin bergairah untuk melakukan hubungan seks gila ini.

Kulepaskan tangannya dari penisku dan langsung saja kudekatkan pada anusnya.

Aku coba memasukkannya ke lubang vaginanya, tapi ternyata susah karena posisi kami dan juga kami lakukan dengan hati-hati karena takut Sari bangun.

Aku biarkan saja penisku digencet oleh kedua paha Bu Rina yang besar dan berisi.

Sementara itu aku mulai membuka risleting bajunya yang terletak di punggungnya.

Pelan-pelan sekali aku lepaskan busananya berikut bra dan CD-nya.

Kini dia telanjang bulat di antara aku dan Sari.

Aku ciumi punggung dan lehernya.

Beberapa menit kemudian aku nekat dan berbisik, “Bu, aku naikki aja ya?”

Kemudian dia bergerak dan merubah posisinya jadi berbaring.

Aku pun pelan-pelan menaiki tubuhnya yang besar itu.

Dia masih menutup matanya seakan tak mau tahu kalau aku sedang menungganginya.

Sesekali dia mendesah kecil ketika kuremas dadanya.

Aku pun mulai menciuminya dan menjilati leher sampai ketiaknya.

Kemudian aku mulai mengarahkan penisku ke vaginanya.

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk melubrikasikan penisku ke liang kenikmatannya karena memang vaginanya sudah nggak sempit lagi.

Aku kocokkan perlahan dan sesekali dipercepat.

Aku lakukan itu sekitar 10 menitan hingga terasa cairan hangat menyembur penisku.

Rupanya dia telah mencapai surganya.

Aku pun menyuruhnya merubah posisi.

Kini dia di atas menindihku, dan mengulang lagi gerakanku tadi.

Sampai beberapa menit kemudian aku orgasme dan meledakannya di dalam vagina Bu Rina itu.

Setelah itu barulah dia berani membuka matanya dan tersenyum manis padaku.

Aku hanya bisa bilang, “Maaf, Bu.”

Kemudian dia menciumiku dan memelukku erat.

Kami berpelukan sangat lama sekali sampai akhirnya dia memakai kembali busananya pelan-pelan, begitu pula aku karena takut Sari curiga.

Setelah itu kami berciuman lagi beberapa lamanya.

Kemudian kami tertidur karena letih dengan permainan gila kami.

Bagaimana tidak, aku menyetubuhi mertuaku di samping anaknya sekaligus istriku yang tengah tertidur ranjang yang sama.

Besok paginya aku bangun paling akhir.

Kulihat Sari dan Bu Rina tengah mengobrol di teras depan.

Setelah membasuh muka, aku menghampiri mereka.

Kulihat Bu Rina tersenyum tipis, dan aku balas senyumnya.

Sari tidak curiga sama sekali dengan kejadian semalam.

Namun, aku merasa canggung dan salah tingkah.

Selama sarapan, pikiranku melayang-layang.

Bu Rina berusaha bersikap biasa saja, tapi sesekali kulihat dia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

Hari itu terasa sangat panjang.

Setiap kali aku melihat Bu Rina, rasa bersalah dan gairah yang terpendam bercampur aduk di dalam diriku.

Aku tahu apa yang telah kulakukan adalah sebuah pengkhianatan besar.

Tapi entah mengapa, kenangan semalam terus menghantuiku dengan sensasi yang tak bisa kulupakan.

Ketika malam tiba, aku berharap semua bisa kembali normal.

Namun, bayangan semalam terus menghantui pikiranku.

Aku berusaha untuk tidur, tapi rasa bersalah dan godaan yang pernah kurasakan mengganggu pikiranku.

Aku tidak tahu bagaimana menghadapi hari-hari berikutnya.

Namun, satu hal yang pasti, hidupku tidak akan pernah sama lagi setelah malam itu.

Aku telah melakukan dosa besar yang mengubah segalanya.

Dan sekarang, aku harus hidup dengan konsekuensi dari tindakanku.

Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel